Selasa, 15 Januari 2019

Safety Observation and Communication

Bahaya adalah sumber atau situasi yang berpotensi menyebabkan kerugian seperti luka luka atau sakit, kerusakan terhadap harta benda, kerusakan pada lingkungan,atau kombinasi semuanya.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya.
Observasi atau pengamatan adalah penilaian secara visual akan aktivitas individu, fokus pada tindakan nya.
Pengamatan meliputi :
1. Orang
Dapat ditabrak benda
Terjepit diantara dua benda
Jatuh dari ketinggian
Terpapar suhu panas, arus listrik, dll
Menghirup bahan kimia berbahaya
Posisi yg salah
Perkerjaan terlalu berat secara manual
2. Alat pelindung dirinya APD
Tidak memakai pelindung kepala
Tidak memakai pelindung mata dan atau wajah
Tidak memakai pelindung telinga
Tidak memakai pelindung kaki
Tidak memakai pelindung pernapasan
Tidak memakai pelindung jatuh dll
3. Alat dan perlengkapan
Salah memakai peralatannya
Meletakkan peralatan tidak pada tempatnya.
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
4. Prosedur dan aturan
Tidak mengikuti prosedur
Tidak memahami prosedur
Bekerja tanpa prosedur.

Menurut Suma’mur bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan tidak selamat (Unsafe action), dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak selamat (Unsafe Condition). Kecelakaan bisa terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Jadi, definisi kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Health and Safety (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) K3

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang banyak berhubungan dengan dengan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak dikehendaki yang mengganggu proses aktivitas kerja.1 Riset yang dilakukan International Labour Organization (ILO) menghasilkan kesimpulan, Setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal,setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Laporan ILO tahun 2008 ini menyatakan bahwa tiap tahun diperkirakan 1.200.000 jiwa pekerja meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
http://repository.unja.ac.id/id/eprint/569

Sejarah Singkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebenarnya telah ada sejak dahulu.
Dari jaman mesir purba (Firaun), hingga kerajaan babilonia (Hamurabi), ada bukti2 prasasti bahwa para pekerja mereka telah memakai alat2 pelindung diri saat bekerja.
Namun semuanya pada saat itu, mereka belum mempunya sistem, jadi memakai APD (Alat Pelindung Diri) pun hanya kebijakan temporer saja.
Hingga revolusi industri pada abad ke 16, di Eropa terutama Perancis dan Inggris, masih belum ada aturan untuk perlindungan tenaga kerja. Bahkan, pada saat tersebut, banyak karyawan yang dipekerjakan hingga 16 jam sehari !!!
Juga anak2 dibawah umur, yang seharusnya masih menikmati masa2 sekolah, telah dipekerjakan dipabrik pabrik sebagai buruh.
Karyawan yang sakit harus menanggung resikonya sendiri dan hanya ada beberapa perusahaan yang peduli dan bertanggungjawab untuk mengobati karyawannya hingga sembuh.
Itupun bersifat sporadis dan temporer, atau tergantung kebijakan manajemen yang memimpin diperusahaan tersebut pada saat itu. Jadi, jika manajernya berganti, berganti pula kebijakannya.
Akhirnya, keluarlah undang-undang pertama pada awal tahun 1800-an di Perancis, lalu diikuti Inggris, yang berisi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bekerja di pabrik pabrik, perkebunan dan pertambangan.
Di Amerika sendiri, UU mengenai K3 baru keluar pada 1872, itupun baru disatu negara bagian yaitu Massachusets.

Jadi, awan kelam bagi tenaga kerja adalah dibawah tahun 1900 dan diawal tahun 1900. Karena banyaknya insiden dan kecelakaan kerja yang terjadi dan adanya protes dan tuntutan dari pihak keluarga korban, akhirnya pemerintah di negara2 eropa barat dan Amerika Serikat mulai membenahi hukum dan regulasi tentang perlindungan tenaga kerja.
Namun kembali, masalah implementasi belum tuntas hingga akhir tahun 1960 an. Sejak tahun 1970, di Eropa dan Amerika Serikat, kesadaran akan pentingnya K3 sudah tinggi. Keadaan sebaliknya terjadi Asia dan Afrika.

Bagaimana Indonesia?
Indonesia sendiri sudah mempunyai UU tentang K3 ditahun 1970, yaitu UU no.1 tahun 1970 yang resmi diberlakukan tanggal 12 Januari tahun 1970 yang juga dijadikan hari lahirnya K3.
Namun, implementasi nyata K3 di Indonesia baru mulai membaik sekitar awal tahun 2000 an. Jadi butuh waktu 30tahun untuk sosialisasi!!! Kenapa begitu lama? karena masih kurangnya kesadaran pekerja dan pengusaha.
Disatu pihak, pengusaha menganggap penerapan K3 adalah cost tambahan berbiaya tinggi, sedangkan dari pihak pekerja, penerapan K3 adalah bagai birokrasi yang mengganggu pekerjaan mereka, membuat tidak nyaman, membuat pekerjaan menjadi lambat dsb.
Asumsi itu akhirnya sedikit demi sedikit terkikis, karena pengusaha sadar, biaya jika terjadi insiden adalah sangat tinggi, jauh lebih tinggi biaya penerapan K3 itu sendiri, sehingga banyak pengusaha sekarang benar2 K3 minded, walau masih ada saja yang masih memakai pola pikir lama.
Sedangkan bagi karyawan, kesadaran pun timbul karena menyadari jika terjadi insiden, maka yang paling menderita adalah diri mereka sendiri, juga keluarga yang mereka kasihi. Sehingga pola pikir dan habit mulai bergeser. Kesadaran K3 semakin tinggi, apakah ini berarti mengurangi angka kecelakaan kerja? Belum tentu. Dari statistik secara nasional, angka kecelakaan kerja ditanah air masih tetap tinggi, walau laju kenaikannya agak tertahan. Hal ini disebabkan karena pertambahan tenaga kerja yang meningkat dari tahun ke tahun, sifat kerja yang berisiko tinggi seperti banyaknya pekerjaan2 dipertambangan dan pabrik2.

Juga belum sepenuhnya kesadaran akan pentingnya K3 itu tumbuh. Masih banyak perusahaan2 yang belum menerapkan K3. Bahkan jika dibandingkan, perusahaan yang belum menerapkan K3 bisa tiga atau empat kali lipat daripada yang sudah menerapkannya.
Itulah sebabnya, angka kecelakaan kerja masih tinggi dan ini menjadi PR bagi pemerintah tentunya.
Sebagai masyarakat dan warga negara yang baik, kita tentu wajib mendukung kampanye K3 yaitu melalui kesadaran thd diri sendiri dahulu, baru kita ikut menyadarkan teman sekerja, mengikuti pelatihan2 K3 secara rutin, menerapkan wawasan dan skill tentang K3 yang telah didapatkan langsung ditempat kerjanya dan senatiasa mematuhi sistem K3 yang ada diperusahaan tempatnya bekerja.
Jika sistem belum ada, maka bisa diusulkan kepada manajemen untuk membentuknya. Jika mampu, membentuk sistem itu secara swadaya. Jika belum mampu, dapat menyewa tenaga konsultan.

Jumat, 11 Januari 2019

Fire Protection

Berikut ini alat proteksi kebakaran yang bisa dipasang pada tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar, tapi tidak terbatas pada :


  1. Emergency fire alarm system disediakan sebagai peringatan dini pada seluruh personil yang ada di lapangan.
  2. Fix and portable fire fighting system. Untuk yang portable terdiri dari berbagai jenis, ada yang CO2, Dry Chemical powder, dan lain-lain


Sementara yang permanen :

Sistem pipa pemadam kebakaran utama dengan jumlah hidran yang memadai, fire monitor, sistem busa permanen, dan pemadam api beroda.

Sistem pipa pemadam kebakaran utama di suplai dengan air yang sesuai kapasitasnya untuk menyediakan kebutuhan air secara maksimal,

Pengoperasian pompa pemadam disusun paralel, digerakkan oleh mesin elektrik dan diesel, dengan control panel otomatis.

Pompa pompa inilah yang akan mensuplai air ke hidran, foam monitor, hose reels, dan sistem pemadaman air lainnya seperti deluge dan sprinkler system jika ada di penyimpanan material mudah terbakar tersebut.

To be continued,,,,,,,,

Forest and Land Fire Prevention AndControl Policies
In Jambi Province

Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang cukup besar bagi
kerugian manusia baik materiil maupun imateriil.Pemerintah telah berupaya keras
menyelesaikan permasalahan ini baik melalui dukungan kebijakan, dukungan
kelembagaan, maupun dukungan pendanaan.Namun realitanya kejadian ini masih
berulang sepanjang tahun. Bahkan kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi
Jambi pada tahun 2015 yang lalu telah membuka mata seluruh pihak akan seriusnya
ancaman dan dampak yang ditimbulkan. Dampak Kebakaran hutan dan lahan
dirasakan langsung seluruh elemen masyarakat yang terpapar bencana kabut asap.

Pemerintah provinsi beserta seluruh stakeholder terkait mulai tersadar dengan
melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran hutan merupakan ancaman potensial bagi upaya
pembangunanberkelanjutan.Dari tahun ke tahun kasus kebakaran di Indonesia
semakin meningkat. Tercatat pada tahun 2012 terdapat 20.850 titik api (hotspot)
kebakaran hutan di Indonesia hanya dalam kurun waktu 9 bulan (januari-september).
Angka ini mengalami peningkatan sebesar 26,7% dari tahun 2011 yang mencapai
16.450 titik dalam kurun waktu yang sama. Total 92% kebakaran terjadi di
Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi serta 8% terjadi di Jawa dan Bali (DPRD, 2015:2)
Pemerintah Provinsi Jambi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Jambi telah meng-inisiasi lahirnya kebijakan yang lebih
komprehensif melalui peraturan daerah Nomor02 tahun 2016 tentang pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Perda ini menjadi guidene dan payung
hukum bagi usaha-usaha untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan
lahan di Provinsi Jambi. Namun demikian peraturan daerah ini, tidak akan berfungsi
dengan baik ketika tidak ada upaya yang serius dari para pihak.Terlebih perda ini
merupakan kebijakan yang bersifat masih umum oleh karena itu perlu dilakukan
penajaman dalam strategi kebijakan melalui peraturan gubernur maupun petunjuk
teknis lainnya.

https://online-journal.unja.ac.id/JPB