Sabtu, 02 Maret 2019

Alat Pelindung Diri (APD)


http://repository.unja.ac.id/id/eprint/569 : Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan atau kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak dikehendaki yang mengganggu proses aktivitas kerja.Beberapa faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja adalah alat perlindungan diri (APD), lama pembagian waktu kerja dalam sehari dan pemahaman pekerja tentang briefing oleh sebuah perusahaan. Metode : Penelitian ini analisis korelatif dengan rancangan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai yang terdaftar di pabrik kelapa sawit PT. Bukit Barisan Indah Prima. Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 107. Data yang diambil tentang kelengkapan alat pelindung diri, lama pembagian waktu kerja dalam sehari, pemahaman pekerja tentang briefing dan kecelakaan kerja dengan melakukan wawancara langsung dengan panduan kuesioner di pabrik kelapa sawit PT. Bukit Barisan Indah Prima. Hasil : Penelitian menunjukkan bahwa pada variabel Kejadian kecelakaan kerja yang pernah mengalami kecelakaan sebanyak 35 (32,7%) , 18,7% pekerja yang tidak lengkap APD nya pernah mengalami kecelakaan kerja,. Sebanyak 18,7% pekerja yang lama pembagian waktu kerjanya dalam sehari melebihi 7 jam pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 14% pekerja yang lama pembagian waktu kerjanya dalam sehari cukup (7 jam) mengalami kecelakaan kerja. Sebanyak 22,4% pekerja yang tidak paham tentang briefing pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan 10,3 % pekerja yang paham tentang briefing mengalami kecelakaan kerja. Kesimpulan : Semua faktor risiko (APD, lama pembagian waktu kerja dalam sehari, dan pemahaman pekerja tentang briefing) berhubungan terhadap kecelakaan kerja Kata kunci : Kecelakaan Kerja, APD, Pembagian Waktu Kerja dalam sehari, pemahaman pekerja tentang brefing


Dalam hierarki kontrol/pengendalian bahaya, APD digunakan sebagai upaya terakhir dalam melindungi pekerja apabila upaya pengendalian bahaya lainnya (eliminasi, substitusi, rekayasa teknologi, dan pengendalian administratif) tidak dapat dilakukan dengan baik atau tidak memungkinkan dilakukan. 
Penggunaan APD hanya bermanfaat untuk mengurangi atau meminimalkan potensi paparan atau kontak dengan bahaya. Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan APD, tetapi risiko cedera dapat dikurangi.

APD harus digunakan apabila:

  • Hanya sebagai langkah sementara (jangka pendek) sebelum sistem pengendalian diimplementasikan.
  • Di mana eliminasi, substitusi, rekayasa teknik dan pengendalian administratif tidak tersedia atau tidak memadai.
  • Selama kegiatan seperti pemeliharaan, pembersihan, dan perbaikan, di mana pengendalian bahaya lain tidak layak atau efektif.
  • Selama situasi darurat. 
Terkait ini, sebuah program APD harus dibuat secara komprehensif. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan partisipasi aktif dan komitmen mulai dari tahap perencanaan, pengembangan dan implementasi dari semua tingkatan: manajemen puncak, supervisor/ pengawas dan pekerja. Semua pihak yang terlibat dalam membangun program APD harus bekerja sama untuk melaksanakan enam elemen penting berikut:

1. Survei (penilaian) K3 di tempat kerja

Melakukan survei/penilaian K3 bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya yang ada di tempat kerja, membantu Anda menentukan pengendalian bahaya dan memilih APD yang sesuai dengan bahaya yang telah diidentifikasi.
Manajer dan supervisor harus:
  • Memeriksa area kerja secara langsung untuk menemukan bahaya fisik atau mekanik yang ada di tempat kerja.
  • Memeriksa material kerja. Buatlah daftar bahan/material yang bila kontak atau terkena paparannya bisa membahayakan pekerja dan bagaimana cara mengendalikannya.
  • Melakukan pengamatan terhadap pekerja. Perhatikan bagaimana pekerja melakukan tugasnya, memastikan mereka tidak melakukan perilaku tidak aman yang bisa mengakibatkan cedera.
  • Melakukan diskusi ringan dengan pekerja. Cobalah untuk menjalin komunikasi terbuka dengan pekerja, catat setiap masukan dari pekerja, dan lakukan perbaikan berkelanjutan untuk menentukan pengendalian bahaya yang tepat untuk meminimalkan kecelakaan kerja.

2. Pemilihan metode pengendalian bahaya yang tepat

Pemilihan metode pengendalian bahaya yang tepat dapat dilakukan bila bahaya sudah diidentifikasi. Metode pengendalian tersebut antara lain:
a. Pre-Contact
Tujuan dari pengendalian pre-contact adalah mencegah pekerja agar tidak kontak atau terkena paparan bahaya atau menghentikan bahaya agar tidak mencapai pekerja. Metode pengendalian pre-contact meliputi: memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya, mengganti bahan atau mengubah proses kerja, memasang pelindung mesin atau melakukan isolasi, memasang sistem ventilasi hingga memperingatkan pekerja melalui rambu K3.
Sementara ada bahaya yang dapat dikendalikan dan dihindari secara efektif melalui rekayasa teknik pada pre-contact, namun masih ada bahaya lain yang tidak dapat diketahui sebelum terjadi kecelakaan. Sebuah upaya menyeluruh untuk identifikasi bahaya sangat penting sehingga bahaya dapat dikurangi atau dihilangkan pada sumbernya. Bila pengendalian pre-contact tidak praktis, tidak memadai atau tidak efektif, maka pengendalian point-of-contact harus digunakan.
b. Point-of-Contact
Tujuan pengendalian point-of-contact adalah untuk mencegah atau mengurangi dampak akibat bahaya ketika pekerja kontak atau terpapar bahaya tersebut. Bentuk pengendalian terutama dilakukan melalui penggunaan APD. APD digunakan saat pengendalian pre-contact tidak sepenuhnya efektif.
Sebagai contoh, setelah diidentifikasi, ternyata di area kerja ditemukan bahaya jatuhan benda dari atas. Penggunaan helm keselamatan bisa bertindak sebagai upaya perlindungan terakhir jika Anda tidak bisa mencegah jatuhan benda dari atas dengan cara pengendalian lain.

3. Pemilihan APD yang tepat

Pemilihan APD harus memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
  • APD harus sesuai dengan jenis bahaya yang ada di area kerja
  • APD harus mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh pekerja
  • Berat APD hendaknya seringan mungkin dan tidak menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan saat digunakan terus-menerus
  • APD dapat digunakan secara fleksibel
  • APD tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi penggunaannya
  • APD harus memenuhi standar yang berlaku
  • Komponen APD mudah didapat guna memudahkan perawatannya.

4. Fit testing

Perlu diingat, keefektifan penggunaan APD rata-rata bergantung pada bagaimana alat tersebut pas atau sesuai saat digunakan pekerja. Misalnya, jika ukuran sepatu keselamatan terlalu besar, maka dapat menghambat mobilitas penggunanya. Sebaliknya, jika sepatu keselamatan terlalu kecil, pekerja tidak nyaman menggunakannya.
Inilah sebabnya mengapa Anda harus melakukan fit testing atau uji pengepasan. Pada saat uji pengepasan alat, pekerja sekaligus ditunjukkan cara memakai dan memelihara APD dengan benar. Program fit testing APD harus lakukan oleh orang yang kompeten. 

5. Pelatihan APD untuk pekerja

Setelah empat elemen sebelumnya dilakukan, pengusaha /pengurus wajib memberikan pelatihan kepada setiap pekerja mengenai penggunaan APD yang benar.
Pelatihan terkait APD harus mencakup:
  • Apa itu APD. Jelaskan fungsi APD secara spesifik dan tunjukkan bagaimana APD melindungi pekerja dari bahaya yang ada.
  • Bagaimana dan kapan sebaiknya menggunakan APD. Tunjukkan bagaimana menggunakan berbagai jenis APD dalam kondisi area kerja dan bahaya yang berbeda.
  • Bagaimana bila APD yang digunakan mengalami masalah. Agar fungsi APD dalam melindungi pekerja tetap optimal, beri tahu pekerja tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan jika APD mengalami kerusakan, sudah aus atau sudah kedaluwarsa.
  • Bagaimana pemeriksaan dan pemeliharaan APD dilakukan. Pekerja harus diberi pemahaman mengenai cara melakukan inspeksi, merawat, hingga mengetahui masa kedaluwarsa APD.
Setiap pekerja baru harus mendapatkan pelatihan yang cukup mengenai APD sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Pelatihan pun dilakukan untuk pekerja lama sebagai penyegaran. Pelatihan APD perlu rutin dilakukan apabila ada perubahan di tempat kerja, paparan bahaya baru, perubahan jenis APD yang dibutuhkan atau terkait peraturan perundangan yang berlaku.

6. Audit program

Setiap program APD yang terlaksana harus dilakukan pemantauan dan pengukuran untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari program yang dibuat manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara audit program.
Audit biasanya melibatkan pemeriksaan APD dan memantau pekerja untuk memastikan mereka mengikuti prosedur. Manajemen juga harus melakukan peninjauan ulang agar dapat melakukan perbaikan pada aspek-aspek yang dirasa kurang maksimal atau menciptakan aspek baru untuk meminimalkan cedera dan kecelakaan kerja.
Untuk menganalisis keefektifan program Anda, lakukan pengukuran yang berkaitan dengan keselamatan. Anda bisa melakukan ini dengan melihat tingkat near miss, cedera, dan tingkat keparahan cedera. Lihat apakah angka-angka ini menurun setiap tahunnya. Jika tidak, Anda mungkin perlu melakukan perbaikan program APD. Audit tahunan sangat disarankan untuk dilakukan dan untuk area kerja kategori sangat berbahaya sebaiknya ditinjau lebih sering.
Semoga bermanfaat. Salam safety!
Sumber : www.safetysign.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar